watch sexy videos at nza-vids!

Z45 мσвιĻє ρσятαĻ
Index
Home
Postingan terbaru
Ruang bacaan
Tausiyah islam
Wapmaster
Jadwal sholat 2013 H
Cuaca Hari ini



Sejarah kesultanan asahan

Ringkasan sejarah kesultanan asahan dari abat ke XVI
Asahan adalah sebuah daerah (kabupaten) dalam wilayah (Provinsi) Sumatera Utara. Pusatpentadbiran Kabupaten Asahan adalah Tanjung Balai yang berjarak ± 130 KM dari Medan, Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara. Sampai tahun 1946, Asahan merupakan salah satu Kesultanan Melayu yang struktur kerajaannya tidak jauhberbeda dari struktur negeri-negeri Melayu di Semenanjung Malaka pada masa itu. Namun pada tahun 1946, sistem kerajaan di Asahan telah digulingkan oleh sebuah pergerakan anti kaum bangsawan dalam sebuah revolusi berdarah yang dikenal sebagai Revolusi Sosial. Kesultanan-kesultanan yang adadi Sumatera Timur seperti Deli, Langkat, Serdang, Kualuh, Bilah, Panai dan Kota Pinang juga mengalami nasip serupa. Sejarah Awal Mengikut tradisi setempat, Kesultanan Asahan bermula kira-kira pada abad XVI, yaitu ada saat Sultan Abdul Jalil ditabalkan sebagai Sultan Asahanyang pertama dengan gelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah. Ayahnya ialah Sultan Alaiddin Mahkota Alam Johan Berdaulat (Sultan Alaiddin Riayat Syah “Al Qahhar”), Sultan Aceh ke XIII yang memerintah sejak tahun 1537 – 1568, sementara ibunya adalah Siti Ungu Selendang Bulan,anak dari Raja Pinang Awan yangbergelar “Marhum Mangkat di Jambu”. (Pinang Awan terletak diKabupaten Labuhan Batu). Sebelumnya, Aceh telah menaklukkan negeri-neeri kecil dipesisir Sumatera Utara dan di dalam salah satu pertempuran inilah Raja Pinang Awan terbunuhdan anaknya Siti Ungu dibawa keAceh dan menikah dengan SultanAlaiddin. Sultan-sultan Asahan berikutnyaadalah Sultan Saidisyah, Sultan Muhammad Rumsyah, Sultan Abdul Jalil Syah II (mangkat 1765), Sultan Dewa Syah (1756 –1805) dan Sultan Musa Syah (1805 – 1808) masing-masing memindahkan pusat pemerintahan negeri Asahan darisatu tempat ke tempat lain. Setelah kemangkatan Sultan Asahan VII, Sultan Muhammad Ali Syah (1808 – 1813), terjadi perebutan kuasa di antara anaknya, Raja Hussein dengan pihak anak saudaranya, Raja Muhammad Ishak. Sebagai penyelesaian , Raja Muhammad Ishak diangkat menjadi Yang Dipertuan Negeri Kualuh yang sebelum ini adalah sebagian dari wilayah Asahan. Raja Hussein sendiri diangkat menjadi Sultan Asahan dengan gelar Sultan Muhammad Hussein Syah. Perluasan Kekuasan Belanda Di bawah pemerintahan Sultan Muhammad Hussein Syah (1813 –1854) dan anaknya, Sultan Ahmad Syah, Asahan merupakan kerajaan yang disegani di daerahantara Serdang dan Siak dan mempunyai pengaruh besar di Batu Bara, Bilah dan Panai. Di masa inilah terjadi pertembunganantara Belanda, Inggris dan Acehdi Asahan karena Belanda dan Inggris masing-masing bersaing untuk meluaskan kekuasaan penjajahan dan perdagangan mereka di pesisir timur Sumtera sementara Aceh pun berkeras mempertahankan kedaulatannyadi Asahan. Tuntutan Belanda terhadap negeri-negeri di Pesisir Timur termasuk Asahan adalah berdasarkan Perjanjian Siak yang ditandatangani oleh Belanda dengan Kesultanan Siak pada 1 Februari 1858. Berdasarkan perjanjian itu, Siak diserahkan kepada Belanda termasuk daerah taklukannya seperti Asahan, Batu Bara, Serdang, Deli, Langkat dan Tamiang. Berdasar sejarah, hak Siak atas kerajaan-kerajaan ini adalah berdasarkan penyerangannya pada tahun 1791. Tetapi kenyataannya adalah kekuasaan Siak hanya sebatas nama saja dan tidak diakui oleh banyak pihak. Di masayang sama, negeri-negeri ini mempunyai hubungan perdagangan yang erat dengan Pelabuhan Inggris di Pulau Pinangdi mana nilai ekspor lada, rotan dan barang lain dari Sumatera bernilai 150.000 Poundsterling pertahun. Pada saat Elisa Netscher dilantik sebagai Residen Belanda di Riau pada tahun 1861, Beliau menghantar seorang pembesar Minangkabau, Raja Burhanuddin, ke negeri-negeri ini untuk menilaikeadaan. Beliau melaporkan kepada Netscher bahwa tidak ada kerajaan yang mau mengakui kedaulatan Siak. Deli, Serdang dan Langkat masih di bawah pengaruh Aceh tetapi bersedia menerima perlindungan Belanda. Hanya Asahan dan negeri di bawah pengaruhnya: Batu Bara, Panai dan Bilah, yang tidak mau berhubungan dengan Siak dan Belanda. Pada Agustus 1862, Netscher dan Pembantu Residen Belanda diSiak, Arnold, diiringi oleh pembesar-pembesar Siak mengunjungi negeri-negeri yang terlibat. Walaupun mengalami beberapa kesulitan, Netscher berhasil menundukkan Panai, Bilah, Kota Pinang, Serdang, Deli dan Langkat di bawah kekuasaan Belanda. Hanya Asahan saja yang tidak bersedia tunduk, bahkan di pantai Asahandikibarkan bendera Inggris. Tindakan Belanda ini mendapat tantangan yang keras dari pedagang-pedagang Inggris di Pulau Pinang karena ia menggugat hubungan perdagangan di antara Pulau Pinang dengan negeri-negeri tersebut. Sebelumnya Sultan Asahan dan Raja Muda Asahan telah memberitahu Gubernur negeri-negeri Selat, yaitu KolonelCavenagh, perihal niat Belanda. Major Man, Resident Councillor diPulau Pinang, kemudian dikirim keDeli, Serdang dan Langkat untukmengawasi keadaan Sultan Ibrahim, Aceh, turut menentang tindakan Belanda ini. Dari kacamata Aceh, seluruh pesisir timur Sumatera sampai kePanai dan Bilah adalah daerah takluknya. Justru itu, angkatan perang Aceh dikirim ke Tamiang, Langkat, Deli, Serdang, Batu Bara dan Asahan. Di Asahan dan Serdang angkatan perang Aceh disambut dengan baik. Sebagai balasan, pada tahun 1865, Belanda mengiri angkatan perangnya untuk menyerang Asahan, Serdang, Tamiang dan Batu Bara. Saat pasukan Belandatiba di Asahan, Sultan Ahmadsyah dan adik-adiknya, Tengku Muhammad Adil dan Tengku Pengeran Besar Muda, mundur ke daerah pedalaman. Netscher kemudian mengangkat Tengku Naamal Allah, Yang Dipertuan Negeri Kualuh, menjadipemangku Sultan Asahan dan melantik seorang Contoleur Belanda sebagai penasehat. Sultan Ahmadsyah kemudian menyerah namun kaum Batak di pedalaman meneruskan perjuangan menentang Belanda. Pada tahun itu juga, Sultan Ahmadsyah diasingkan Belanda ke Riau bersama adiknya, Tengku Muhammad Adil. Tengku Pengeran Besar Muda di asingkan ke Ambon. Pada tahun 1868, Tengku Naamal Allah dilantik menjadi Pemangku Sultankarena kaum Batak tidak mau menokong pemerintahannya dan menuntut kepulangan Sultan Ahmad Syah. Pak Netak, Raja Bandar Pulau di Hulu Asahan, mati semasa menentang Belanda pada tahun 1870. Perjuangan secara gerilya diteruskan, terutama pada tahun 1879 dan 1883. Dari tahun1868 sampai dengan 1886 Asahan diletakkan Netscher di bawah pentadbiran empat orangpembesar Melayu. Akhirnya, padatahun 1885, Belanda mengizinkanSultan Ahmadsyah pulang ke Asahan dengan syarat Beliau tidak boleh campur tangan mengenai politik. Beliau menandatangani perjanjian politik dengan Belanda (Akte VanVerband) pada 25 Maret 1886 diBengkalis dan kembali memerintah Asahan pada 25 Maret 1886 sampai kemangkatannya pada 27 Juni 1888. Di pihak Inggris, tantangan terhadap perluasan kekuasaan Belanda di Pesisir Timur semakin lama semakin berkurang karena munculnya kekuatan-kekuatan besar yang baru seperti Perancis, Amerika Serikat, Jerman an Itali yang masing-masing tertarik pula dengan AsiaTenggara. Inggris memandang lebih baik bekerjasama dengan Belanda. Lagipula Belanda tengahmelonggarkan dasar perdagangannya di Sumatera dan ini mendatangkan keuntungan kepada pedagang-pedagang Inggris di Pulau Pinang dan Singapura. Pada 2 Nopember1871, Inggris menandatangani Perjanjian Sumatera dengan Belanda di mana antara lain Inggris membatalkan semua perlawanan terhadap Belanda di mana-mana daerah di Sumatera dan rakyat Inggris mempunyai hak berdagang yang sama dengan rakyat Belanda di Sumatera. Dari Pemerintahan Sultan Muhammad Hussein Rahmat SyahII Hingga Pendudukan Jepang 1942 – 1945 Pada 6 Oktober 1888, Tengku Ngah Tanjung ditabalkan menjadiSultan Asahan X dengan gelar Sultan Muhammad Hussein Rahmat Syah II. Pelantikan ini dibuat berdasarkan wasiat saudara ayahnya, Sultan Ahmad Syah yang mangkat tanpa meninggalkan keturunan. ResidenBelanda, G. Scherer juga memberipersetujuan terhadap pelantikanini. Di bawah pemerintahan Sultan Muhammad Hussein II, langkah-langkah diambil untuk memajukan Asahan seperti menggalakkan Syarikat Eropa membuka perusahaan di Asahan untuk memberi peluang pekerjaan bagi penduduknya. Pada tahun 1908, Beliau bersamadengan adik-adiknya, Tengku Alang Yahya dan Tengku Musa, berkunjung ke Belanda untuk menerima gelar “Ridder der Ordevan den Nederlanschen Leeuw” dari Ratu Wilhelmina. Pada masa pemerintahannya, Sultan Muhammad Hussein II melantik Tengku Alang Yahya sebagai Bendahara dan mengangkat anak sulungnya, Tengku Amir, sebagai Tengku Besar Asahan atau calon Sultan. Tetapi Tengku Amir mangkat tahun 1913 dan diangkatlah Tengku Saibun sebagai gantinya pada 7 Juli 1915. Sultan Muhammad Hussein II mangkat pada usia 53 tahun, oleh karena Tengku Saibun masihkanak-kanak, Tengku Alang Yahya (Bendahara) dilantik menjadi pemangku sultan dengangelar Tengku Regent Negeri Asahan. Semasa ia menjadi Tengku Regent ini, Beliau menerima dua anugerah, yaitu “Officier der Orde van Oranje Nassau” dan “Ridder der Orde van den Nederlanschen Leeuw”. Pada 15 Juni 1933, Tengku Saibun ditabalkan menjadi SultanAsahan XI dengan gelar Sultan Saibun Abdul Jalil Rahmat Syah diIstana Kota Raja Indra Sakti, Tanjung Balai. Isteri Beliau, Tengku Nurul Asikin binti Tengku Al Haji Rahmad Bedagai, ditabalkan sebagai Tengku Suri (Tengku Permaisuri) Negeri Asahan, pada 17 Juni 1933. Pendudukan Jepang di Indonesia sejak Maret 1942 hingga 1945 mengakibatkan keadaan yang semakin carut-marut. Tiga hari setelah jatuhnya bom di Hiroshima, Soekarno meproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Di saat yang sama pula, diumumkanlah pemerintah Republik Indonesia dengan Soekarno sebagai Presiden dan Moh. Hatta sebagai Wakilnya. Dengan demikian, dimulailah revolusi republik di seluruh wilayah Indonesia. Pemimpin-pemimpin pergerakan di Indonesia, mendaulat Soekarnodan Hatta sebagai pemimpin tertinggi mereka, tetapi pada umumnya perkembangan revolusidi kebanyakan daerah di Sumatera Utara terlepas dari pergerakan di Jawa. Revolusi di Sumatera bermula pada Oktober1945 pada saat tentara sekutu tiba di Sumatera untuk melucuti tentara Jepang. Aktivis-aktivis pergerakan pada mulanya berperang dengan tentara Jepang yang sedang mundur untuk merebut senjata dan dengan tentara Inggris yangmenduduki sebagian Kota Medan,Padang dan Palembang dan akhirnya dengan Belanda yang mengambil alih dari Tentara Inggris pada akhir tahun 1945 Revolusi Sosial 1946 dan berakhirnya Kesultanan Asahan Di dalam kemelut ini, keganasan dialihkan pula kepada golongan tradisional (Tengku dan Raja) yang selama ini dianggap oleh golongan petani sebagai pro Belanda dan pro kolonial. Kebencian rakyat semakin meluap karena kebanyakan raja-raja itu tidak memberikan sokongan kepada pergerakan pro Republik (kecuali Sultan Siak), ditambah lagi tersebar pula kabar bahwa raja-raja itu telah menghubungi Belanda dengan harapan dapat memulihkan kembali kedudukan mereka. Pergerakan anti kaum bangsawan kian merebak dan pemimpin republik tidak berkuasamenahannya. Dalam pada itu, beberapa pemimpin politik yang opportunis, dua diantaranya adalah Karim Marah Sutan dan Luat Siregar dari Partai Komunis Indonesia, menggunakan pergerakan anti kaum bangsawan ini sebagai landasan untuk memperkuat landasan kekuatan politik mereka. Untuk mencapai tujuan ini, mereka membangkitkan sentimen rakyatsampai akhirnya tercetuslah Revolusi Sosial di mana Raja-raja dan keluarganya dibunuh beramai-ramai dengan kejam danhartanya dirampas. Selain dari para bangsawan, para perusuh juga membunuh kalangan profesional yang berpendidikan barat, terutama mereka yang hidup mengkuti gaya hidup barat. Oleh karena itu, beberapaorang pro nasionalis dan keluarganya juga turut dibunuh. Keluarga Kesultanan Deli dan Serdang terselamatkan berkat penjagaan tentara Sekutu yang sedang bertugas di Medan untukmenerima penyerahan dari Jepang. Sementara di Serdang, beberapa orang keluarga raja sedari awal telah mendukung rakyat menentang Belanda. Namun di Langkat, Istana Sultan dan rumah-rumah kerabat diserang dan rajanya dibunuh bersama keluarganya termasuklah penyair besar Indonesia, Tengku Amir Hamzah yang dipancung di Kuala Begumit. Keganasan yang paling dahsyat terjadi pada bulan Maret 1946 diAsahan dan di kerajaan-kerajaanMelayu di Labuhan Batu seperti Kualuh, Panai dan Kota Pinang. DiLabuhan Batu, daerah yang paling jauh dengan Kota Medan sehingga tidak dapat dilindungi oleh pasukan sekutu. Istana rajadikepung dan raja-rajanya pun dibunuh seperti Yang Dipertuan Tengku Al Haji Muhammad Syah (Kualuh), Sultan Bidar Alam Syah IV (Bilah), Sultan Mahmud Aman Gagar Alam Syah (Panai) da Tengku Mustafa gelar Yang Dipertuan Besar Makmur Perkasa Alam Syah (Kota Pinang). Di Asahan, sebagian besar keluarga Raja dibunuh, namun Sultan Saibun selamat dan menyerahkan diri kepada Pemerintah Republik Indonesia di Pematang Siantar. Beliau mangkat di Medan pada 6 April 1980.

Sumber : kesultananasahan.com


<< Kembali



Mainkan game N-gage Counter Strike 3D di hp symbian s60v2...
Download Counter Strike.sis (6.57Mb)




TOP-RATING
TOP RANK
Copyright © 2010-2013 Zoel45™
Medan- Indonesia

207